2/27/2017

1.01 meninggalkan atau ditinggalkan

Salah satu hal yang paling aku benci adalah saat harus kembali melangkahkan kaki ke tempat perantauan. Aku benci harus menjumpai perasaan itu lagi dan lagi. Aku benci harus melewati fase-fase sedih sebelum benar-benar lupa dan menjalani kehidupan seperti biasanya. Aku membenci saat aku harus duduk dengan orang asing dalam pesawat yang membawaku meninggalkan kampung halaman dan menyadari bahwa aku benar-benar akan pergi. Bandara selalu menjadi saksi bagaimana perasaan itu datang dan pergi. Perasaan meninggalkan dan ditinggalkan.

Lalu timbul pertanyaan dalam benakku, mana yang lebih sedih menjadi seseorang yang meninggalkan atau ditinggalkan? Pertanyaan ini cukup mengusikku beberapa hari ini. Maka itu, aku mencoba menerjemahkannya dalam kata. Untukku, yang saat ini adalah anak rantau, jelas aku selalu merasa akulah yang tersedih karena harus jauh dari keluarga, melakukan segalanya seorang diri lagi. 
Beberapa hari setelah kembali ke tanah perantauan biasanya menjadi fase yang sulit bagiku. Aku pasti akan masih menangis tiba-tiba. Tanpa alasan, bisa saja karena baru melihat jam, lalu berpikir, "harusnya jam segini, aku lagi ini" atau pada saat hendak makan, dan berpikir, "biasanya aku makan ini..." hal-hal cheesy kayak gitu enggak pernah sekalipun aku bayangkan ketika dulu memutuskan hendak menjadi anak rantau. Tidak sekalipun. Lantas aku mengasihani diri sendiri, bahwa akulah yang paling sedih. Akulah pihak yang meninggalkan itu.

Lantas aku berpikir lagi, aku mungkin cukup egois.Tidak mungkin akulah yang paling sedih, Toh, setelah satu dua minggu aku bahkan udah bisa menjalani kehidupanku seperti biasanya. Melupakan segalanya dengan kesibukkan di kampus. Aku bahkan egois hingga sering lupa menghubungi orang rumah untuk hanya sekedar bertukar kabar. Tanpa aku sadari, sebenarnya ada hati yang lebih sedih lagi. Ada air mata yang kerap jatuh dalam setiap doanya saat mendoakanku. Iya, hati kedua orang tuaku.  Aku terlalu egois hingga melupakan fakta ini. Bahwa mereka pasti sangat sedih harus melepaskan anaknya untuk pergi jauh dari mereka. Setiap pelukan melepaskanku kembali pergi, adalah tangis yang mereka tahan. Mereka bertaruh segalanya. Mereka harus berdamai dengan rasa khawatir, gelisah, cemas, takut. Mereka harus terbiasa dengan itu semua, mungkin setiap hendak makan, mereka selalu berpikir, "apakah putriku sudah makan?" "makan apa ia hari ini?", "bagaimana ia melewati ujiannya hari ini?" dan banyak pertanyaan lain yang pasti berputar dalam benak mereka. Belum lagi, rindu yang seringkali hinggap dalam lamunannya saat bekerja. Merekalah pihak yang ditinggalkan itu.

Bila kamu, manakah yang akan kamu pilih?
menjadi yang meninggalkan?
atau yang ditinggalkan?

Oh iya, hari ini yang seharusnya menjadi kuliah perdanaku di semester 4 batal. Tidak apa. Aku rasa, Selasa juga hari yang baik untuk mengawali semester ini. Yha, aku udah semester 4 sekarang. Haloooo! untuk semua yang menanti di awal hari. (:


See u next post! xoxo


2 comments:

  1. You have touched me so deeply haha lebay. tapi ini beneran lg homesick sil jadi menghayati bener nih bacanya 😢
    Tapi kayaknya aku milih sebagai yg ditinggalkan deh. Biar ga terlihat sebagai penjahatnya. (ditinggal pacar misalnya) :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. that's what i felt too when i wrote this. homesick yas ): duh, kamu jgn curhat ditinggal pcr gt dong yas hhaha btw thank u for reading this :*

      Delete