Pasti kalian semua tahu persis rasanya merindukan seseorang. Setiap dari kita pasti punya cara tersendiri dalam meluapkan kerinduan itu. Mungkin dengan membuat panggilan telepon, video call, mengirim surat, update status, atau mungkin langsung menemui seseorang itu. Atau mungkin, ada yang hanya menikmati kerinduaannya seorang diri, karena terlalu malu untuk mengakui apalagi mengatakannya secara langsung. Namun bagaimana bila kamu merindukan seseorang yang sudah pergi. Sangat jauh. Seseorang yang tidak akan mengangkat panggilan telepon apalagi video call darimu, seseorang yang meski kamu kirim ribuan surat tidak akan pernah membalas pesanmu, seseorang yang raganya tidak dapat kamu temui lagi. Selamanya. Beritahu aku bagaimana caranya meluapkan rasa rindu seperti ini?
***
Aku rindu. Aku tidak malu mengatakannya. Namun, kukatakan atau tidak, rindu ini hanya akan diam disini. Maka aku ingin menulismu melalui kata-kata, tidak peduli ada yang membaca atau tidak. Aku hanya ingin rindu ini memiliki tempat untuk disalurkan.
Entah sudah berapa hari tepatnya sejak kepergianmu. Hari ini cerah, tidak hujan. Aku seperti biasa, telat lagi datang ke kelas. Jadwal hari ini, mankeu pukul 8 - 11 pagi. Ya, lagi-lagi Pak Dosen mengkorupsi waktu. Bila kamu disana, sudah pasti kamu akan mendecak bergumam tidak jelas meminta pak Dosen untuk segera menyudahi kuliah. Namun hari ini tidak lagi seperti hari biasa itu. Kemudian berlanjut kuliah pukul 2 - 3.30 sore. Ya, Ibu Dosen keupub yang tengah hamil menyudahi kuliah dengan lebih cepat hari ini, dan diakhir sesi beliau membagikan kita teh kotak satu perorang, untuk berbuka kata beliau. Sungguh, hanya dengan sebuah teh kotak namun kantuk seisi kelas langsung menguap dan spontan bersorak berterima kasih kepada beliau. Biasa kalau soal bersorak, kamu jagoannya, suaramu akan selalu yang paling keras diantara yang lainnya, paling heboh dan tak jarang sorakanmu yang spontan namun tak jelas itu selalu menjadi bahan tertawaan seisi kelas. Namun, lagi-lagi sore ini tidak seperti hari biasa itu.
Hanya karena satu kata yang menjadi bahan kuliah sore ini. 'Ramsey Taxation'. Yang bahkan membuat Ibu Dosen meminta maaf hanya karena menyebut kata itu. Padahal, beliau tidak melakukan kesalahan apapun bukan? Namun bagiku, kata itu, sudah sangat cukup menggerakkanku untuk menulismu disini.
Apa kabar kamu disana, kawan? Ah, pertanyaan bodoh. Sudah pasti kamu sangat bahagia, tersenyum, tertawa, bersama para malaikat surga yang sekarang menjadi temanmu kan?
Aku hanya penasaran bagaimana penampilanmu sekarang, kawan. Sebab, disela Ibu Dosen menjelaskan entah apa perihal tax inefficiency tadi, aku menolehkan kepalaku ke arah sisi bagian kiri kelas, ke pojokan meja paling depan. Meja dan kursi itu kosong. Dan aku seakan mencoba menggambarkanmu didalam pikiranku, sedang duduk disana, menunduk, kacamatamu seakan mau jatuh, menuliskan sesuatu di kertas sembari membiarkan dengan sengaja satu kakimu terlampau menjorok keluar dari batasan meja, seperti biasa, kamu dengan gaya santaimu. Dan detik berikutnya, aku perlahan memutar arah pandanganku kembali lurus ke arah papan tulis, kemudian bergerak ke arah pintu kelas, menantikan pintunya berayun rusuh ke dalam karena dorongan seseorang yang tiba-tiba muncul, dengan wajah yang kuyup basah seperti sehabis diguyur air, dengan kacamata hitam di tangan kiri dan sapu tangan cokelat di tangan kanan yang berjalan masuk sambil tetap sibuk menghapus kuyup air diwajah. Tak lupa buff yang tersampir di leher, celana jeans yang sebenarnya teramat melanggar peraturan kampus, kemeja putih atau berwarna atau batik yang bahkan sudah robek di bagian bawah ketiak kebawah, dan segala definisi ketidaktaatan aturan lainnya yang tercermin pada penampilanmu, namun kamu tetap melangkah masuk kelas dengan tampang innocent-- dan tidak lupa untuk menyalami bapak atau ibu dosen yang sudah memulai kelas-- walau telat terlambat bermenit-menit. Namun sayangnya, pintu yang kupandangi itu tetap diam tak bergerak, tak ada yang mendorongnya secara rusuh seperti caramu membukanya. Dan demi beberapa detik usahaku mencoba menggambarmu di pikiranku, rindu tiba-tiba memenuhiku.
Seminggu lagi jadwal kuliah sebelum liburan lebaran tiba. Ya, kelas berhasil melakukan kerja sama yang baik dengan bapak ibu dosen agar liburan dimulai lebih cepat dari jadwal normal walau harus dibayar dengan kelas-kelas yang cukup menyiksa dari pagi hingga sore. Oh iya, kabar kami semua baik-baik saja. Walau, tidak ada yang benar baik-baik saja di dunia ini bukan?
Sore tadi, saat menemani Vere, Kurnia, Nia, Nadia, Hasya berbuka puasa. Hingga malam menyapa, saat menunggu grabcar yang tak kunjung datang, Kurnia memberitahuku 'sesuatu' tentangmu. Tentangmu yang ternyata adalah penggerak utama, inisiator dibalik pembuatan video selamat ulang tahun untuk untukku Desember, tahun lalu. Dan demi mendenger berita kecil itu, rindu dan haru itu datang menyergap lagi. Barusan ini, aku memutar video itu kembali, tersenyum haru untuk kemudian menjadi sangat cengeng. Menyadari ada satu orang disana yang suaranya tidak aku dengar lagi hari-hari belakangan ini, yang raganya tidak lagi aku temui dimanapun hari-hari belakangan ini, yang cerita-ceritanya tidak kudengar lagi hari-hari belakangan ini, dan yang kepadanya tidak lagi dapat kukatakan apapun, sepatah katapun walau hanya sekedar ejekan 'fat boy'. Tidak bisa lagi.
Terima kasih telah berinisiatif merekam dirimu, suaramu, dan serta merta kerusuhanmu dalam sebuah video ucapan selamat ulang tahun itu ya. Yang selalu dapat kuputar berulang-ulang andaikata rindu tentangmu menyapa. Terima kasih, kawan!
Kamu sungguh benar sudah pergi jauh. Namun, ketahuilah tidak ada yang pergi dari hati. Tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan. Kamu akan menjadi cerita yang mungkin sudah dan akan terus kami bagikan, atau mungkin tuliskan, seperti apa yang coba aku tuliskan ini. Cerita dengan versi berbeda dari setiap mulut yang bercerita. Dan biarlah aku mengenangmu sebagai nasihat, penghibur, pelawak, perusuh, ketua makrab kelas 3k, pembawa makanan saat tentir, kumis yang dicukur habis (HAHA), teman telat, galauers, curhatan tiada habis, dan terutama sebagai yang meski jahil ternyata tanpa sadar telah memperlihatkan banyak hal baik yang darimu aku dan teman-teman belajar banyak.
Terima kasih banyak, Sandy Ramsyah Putra.
Langit selalu penuh dengan rahasia. Teka teki langit tidak berhenti hanya pada ribuan bintang malam. Manusia sangatlah naif bila mengaku paling mengerti perihal satu dua hal. Karena bisa saja, kita hanya sok tahu, kemudian menuntut banyak hal pada langit. Padahal harus kita sadari, segala sesuatunya terjadi bukan tanpa alasan, bukan sekedar terjadi saja. Sedarinya, semua hal yang terjadi selalu atas kehendak Dia, Sang Penguasa Langit dan akan membentuk pola sebab-akibat, yang menambah teka teki langit yang tidak akan pernah mampu manusia pahami. Maka, sudah seharusnya kita menerima segalanya dengan ikhlas dan berhenti menuntut jawaban atas pertanyaan perihal adil-tidaknya kehidupan ini.
Bila hanya mengikuti pola pikir yang terbentuk oleh sel-sel otakku. Aku akan selalu bertanya-tanya mengapa kamu pergi begitu cepat, kawan? Namun, siapakah aku yang berhak bertanya seperti itu? Aku, teman-teman, dan bahkan terutama keluargamu adalah para pihak yang ditinggalkan itu. Sementara kamu, kawan, kamu sudah melakukan hal-hal baik di masa hidupmu dan kamu pantas mendapat jawaban lebih cepat atas seluruh pertanyaan yang kamu miliki perihal kehidupan ini daripada kami semua yang masih berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan kami masing-masing.
Benar. Cara terbaik untuk memahami kehilangan seperti ini seharusnya memang selalu dari sisi yang pergi, pihak yang meninggalkan.
Bukan dari pihak yang ditinggalkan.
p.s.: whoever you who read this post, tolong, sejenak sampaikan doamu teruntuk kawanku ini ya. dia sungguh orang baik :)