1/07/2013

Part 1 Kamu- Yang mampu membuatku percaya

"Aku tak pernah ada disana" Hatinya perih. Bulir-bulir airmata telah membendung di kelopak matanya. Dia berjalan cepat keluar dari tempat yang membuatnya hampir pingsan dan gila selama beberapa jam itu. Tangannya menggenggam tissue lusuh dan segera menghapus bulir air mata yang telah membanjiri pipinya. Dia terus berjalan, berjalan dan berjalan. Perkataan orang-orang tadi cukup membuat hatinya perih. 

"Aku tak pernah ada disana" 
"Aku benci..."
Kata-kata itu terus menerus diumpatnya dalam hati.
"Bodoh! Aku tak perlu menangis. Tak perlu menangis karena mereka para manusia yang tak punya perasaan" Iya mencoba menenangkan perasaannya. Namun semakin ia berusaha semakin banyak air mata yang membuncah keluar dari matanya. Semakin menganga luka perih dihatinya. Ia terungkur.  

Bipbipbip!! Handphone-nya berteriak.
"Kenapa pulang duluan? Kenapa gak nunggu yang lainnya" pesan singkat dari seseorang. Temannya.
Alih-alih membalas pesan tersebut ia malah melempar handphone ke atas kasur berseprai hello-kitty kamarnya itu. 
"Bahkan gak ada yang tau gimana perasaanku. Aku b-e-n-a-r tak pernah ada disana!" Ia menangis sesenggukan. Bahunya berguncang. Tissue bertebaran dilantai kamarnya.

Bipbipbip!! "Pesan dari siapa lagi sih? Gak usah sok peduli kalian semua" umpatnya kembali. Namun bunyi handphonenya tak juga berhenti menandakan ada "Panggilan" bukan pesan. Ia tak berminat untuk berbicara dengan s-i-a-p-a-p-u-n sekarang. "Aku benci kalian!!" Ia terus mengulang-ulang kalimat tersebut. Namun handphone-nya tak kunjung berhenti berdering. Akhirnya dengan jengkel ia mengambil handphone-nya melirik nomor pada layar dan menemukan nomor yang sama dengan yang mengirimnya pesan. Bima. Ada keinginan untuk men-reject panggilan tersebut namun entah perasaan apa dan darimana Ia sangat ingin berbicara dengan Bima pada saat seperti ini. Akhirnya ia menekan symbol hijau pada layar handphonenya.

Ia diam membiarkan Bima berbicara duluan. "Hallo..hallo. Milli? Lo kenapasih? Pesan gue gak dibalas. Telpon gue lama banget diangkat" Bima mengoceh. Dan entah kenapa hati Milli semakin sakit mendengar ocehan Bima. Padahal ia ingin sekali Bima mengerti perasaan dan keadaanya saat ini. Sebulir air mata mengalir dipipinya. Ia masih diam.
"Milli?Milli? Lo Milli kan? Gue lagi ngomong. Lo kok diam aja. Sariwan?"
"Gue Milli. Gue masih Milli. Milli yang gak pernah ada disana."
"Lo ngomong apasih  mil. Gue gak ngerti"
"Hahaahaha...lupain aja." Milli berusaha tertawa disela-sela air matanya yang masih terus mengalir. Semoga dia gak curiga dengan suara sengau gue.
"Ada masalah?"
"Enggak. Lo gak usah sok tau!"
"Gue juga gak mau tau kok tentang lo. Mau lo ada masalah atau gak. Toh itu bukan urusan gue!" ucap Bima. Dingin.
Milli diam. Goresan dihatinya kini bertambah dan itu karena Bima. Dia gak tahan.
"Lo..ja..h..aat bim! Gue benci semuanya" Milli berbicara sesenggukan lalu memutuskan panggilan. Hatinya cukup sangat perih.

Bima terdiam beberapa detik menyadari panggilannya terputus. "Lo jahat bim! Gue benci semuanya" Kata-kata Milli masih memenuhi otaknya. Entah kenapa memikirkannya membuat ia sulit bernafas. Seperti ada goresan dihatinya mendengar Milli berkata seperti itu sambil menangis. 
"Gue tau mil. Gue tau perasaan lo sekarang. .Gue cuma berniat menghibur lo. Tapi gue gak bisa. Ego gue lebih besar. Walau gue gak bisa bohong gue sakit tau keadaan lo lagi nangis" Bima berbicara sendiri.
Ia beranjak hendak segera menujuk rumah Milli. Namun..sekarang udah pukul 9 malam dan dia pasti gak akan dikasih izin mamanya untuk keluar. Akhirnya ia mengurungkan niatnya.

"Gue benci...gue gak nyangka lo bakal sejahat itu sama gue bim. Gue gak nyangka! Gue kira lo bisa gue percaya ternyata gue salah. Lo gak pernah tau gimana gue. Lo gak pernah peduli sama gue" Milli masih menangis sesenggukan sampai ia tertidur. Matanya bengkak.



To be continue ...
*masih amatiran .Entah kenapa tiba-tiba pengen buat cerbung di blog.