Salah
satu hal yang paling aku benci adalah saat harus kembali melangkahkan kaki ke
tempat perantauan. Aku benci harus menjumpai perasaan itu lagi dan lagi. Aku
benci harus melewati fase-fase sedih sebelum benar-benar lupa dan menjalani
kehidupan seperti biasanya. Aku membenci saat aku harus duduk dengan orang
asing dalam pesawat yang membawaku meninggalkan kampung halaman dan menyadari
bahwa aku benar-benar akan pergi. Bandara selalu menjadi saksi bagaimana
perasaan itu datang dan pergi. Perasaan meninggalkan dan ditinggalkan.
Lalu
timbul pertanyaan dalam benakku, mana yang lebih sedih menjadi seseorang yang
meninggalkan atau ditinggalkan? Pertanyaan ini cukup mengusikku beberapa hari
ini. Maka itu, aku mencoba menerjemahkannya dalam kata. Untukku, yang saat ini
adalah anak rantau, jelas aku selalu merasa akulah yang tersedih karena harus
jauh dari keluarga, melakukan segalanya seorang diri lagi.
Beberapa
hari setelah kembali ke tanah perantauan biasanya menjadi fase yang sulit
bagiku. Aku pasti akan masih menangis tiba-tiba. Tanpa alasan, bisa saja karena
baru melihat jam, lalu berpikir, "harusnya
jam segini, aku lagi ini" atau
pada saat hendak makan, dan berpikir, "biasanya
aku makan ini..." hal-hal cheesy kayak gitu enggak pernah sekalipun aku
bayangkan ketika dulu memutuskan hendak menjadi anak rantau. Tidak sekalipun.
Lantas aku mengasihani diri sendiri, bahwa akulah yang paling sedih. Akulah
pihak yang meninggalkan itu.
Lantas
aku berpikir lagi, aku mungkin cukup egois.Tidak mungkin akulah yang paling
sedih, Toh, setelah satu dua minggu aku bahkan udah bisa menjalani kehidupanku
seperti biasanya. Melupakan segalanya dengan kesibukkan di kampus. Aku bahkan
egois hingga sering lupa menghubungi orang rumah untuk hanya sekedar bertukar
kabar. Tanpa aku sadari, sebenarnya ada hati yang lebih sedih lagi. Ada air
mata yang kerap jatuh dalam setiap doanya saat mendoakanku. Iya, hati kedua
orang tuaku. Aku terlalu egois hingga melupakan fakta ini. Bahwa mereka
pasti sangat sedih harus melepaskan anaknya untuk pergi jauh dari mereka.
Setiap pelukan melepaskanku kembali pergi, adalah tangis yang mereka tahan.
Mereka bertaruh segalanya. Mereka harus berdamai dengan rasa khawatir, gelisah,
cemas, takut. Mereka harus terbiasa dengan itu semua, mungkin setiap hendak
makan, mereka selalu berpikir, "apakah
putriku sudah makan?" "makan
apa ia hari ini?", "bagaimana ia melewati ujiannya hari
ini?" dan banyak
pertanyaan lain yang pasti berputar dalam benak mereka. Belum lagi, rindu yang
seringkali hinggap dalam lamunannya saat bekerja. Merekalah pihak yang
ditinggalkan itu.
Bila
kamu, manakah yang akan kamu pilih?
menjadi
yang meninggalkan?
atau
yang ditinggalkan?
Oh
iya, hari ini yang seharusnya menjadi kuliah perdanaku di semester 4 batal.
Tidak apa. Aku rasa, Selasa juga hari yang baik untuk mengawali semester ini.
Yha, aku udah semester 4 sekarang. Haloooo! untuk semua yang menanti di awal
hari. (:
See u next post! xoxo